Transisi Masyarakat Informasi Indonesia
By ; Fery Cahyadien Syifa
Suatu Pemikiran Awal
Konsep masyarakat informasi muncul pada tahun 1970-an dan sampai kini masih terus diperdebatkan. Perdebatan konsep masyarakat informasi ini melibatkan ilmuwan terkemuka dari berbagai bidang yang berbeda. Mereka mencoba untuk membahas konsep masyarakat informasi dari sudut pandang masing-masing. Mereka antara lain adalah Daniel Bell (1973), Stoiner (1983), Fritz Machlup (1983), Masuda (1990) dan Wiliam Martin (1995). Mereka membahas masyarakat informasi berdasarkan perkembangan yang mereka lihat dari sudut pandang masing-masing, tentang apa yang terjadi di masyarakat berhubungan dengan informasi, tentang bagaimana orang memperlakukan informasi, tentang penghargaan orang tentang informasi, dan sebagainya. Pandangan mereka tentu saja berbeda, dan bahkan mereka belum dapat memperoleh kesepakatan tentang definisi masyarakat informasi.
Untuk keperluan tulisan ini, definisi masyarakat informasi yang dipakai adalah definisi yang ditulis oleh Wiliam Martin. Menurut Martin, masyarakat informasi adalah suatu masyarakat dimana kualitas hidup, dan juga prospek untuk perubahan sosial dan pembangunan ekonomi, tergantung pada peningkatan informasi dan pemanfaatannya. Dalam masyarakat seperti ini, standar hidup, pola-pola kerja dan kesenangan, sistem pendidikan dan pemasaran barang-barang sangat dipengaruhi oleh akumulasi peningkatan informasi dan pengetahuan. Hal ini dibuktikan dengan meningakatnyan intensitas produksi informasi dan pelayanan, komunikasi yang luas melalui media dan banyak diantaranya dilakukan secara elektronis.
Definisi ini sangat luas dan mencerminkan bahwa dalam masyarakat, informasi menjadi sangat penting dan menjadi komoditas yang pantas dimiliki. Individu dalam masyarakat informasi berlomba-lomba mendapatkan informasi. Pertanyaan penting kita adalah apakah sekarang kita menjadi bagian dari masyarakat informasi itu. Kalau kita menjadi bagian dari masyarakat informasi kita sekarang berada pada tahap mana: masih primitif, maju, atau super maju dalam memperoleh informasi. Jawaban atas pertanyaan ini tentu saja sangat beragam sebagaimana beragamnnya definisi masyarakat informasi yang belum disepakati itu.
Daniel Bell mengatakan sekarang umat manusia sudah mencapai masyarakat informasi atau postindustrial society, istilah yang digunakan Bell. Bell membagi masyarakat menjadi masyarakat agraris, industri, dan postindustri. Karakteristik masyarakat postindustri adalah perubahan dari produksi barang-barang ke produksi industri jasa, penyusunan pengetahuan secara teori, dengan pengetahuan dan inovasi pelayanan sebagai strategi dan sumber tranformasi dalam masyarakat.
Menurut Masuda jawaban atas pertanyaan kapan masyarakat informasi direalisasikan adalah melalui evolusi perkembangan teknologi komputer. Bagi Masuda komputer merupakan alat (tools) utama dalam masyarakat informasi. Menurutnya, ada empat tahap perkembangan dan dampak penggunaan komputer yang sangat mempengaruhi perkembangan masyarakat. Tahap pertama adalah pemakaian komputer atau komputerisasi pada ilmu-ilmu besar baik skala nasional maupun proyek. Komputerisasi manajemen merupakan tahap kedua dari evolusi ini dimana manajemen sistem informasi berperan sangat penting. Tahap ketiga adalah society-based computerization dimana lembaga-lembaga masyarakat memanfaatkan komputer secara maksimal dalam organisasi kemasyarakatan. Setelah itu, orang (individu) dari kamar masing-masing dapat menggunakan komputer dengan aplikasi pada berbagai segi kehidupan. Bila masyarakat sudah demikian maka masyarakat tersebut sudah mencapai tahap terakhir, yaitu tahap individual-based computerization.
Ada tiga komponen yang menjadi faktor pendorong terjadi masyarakat informasi, yaitu dinimika informasi dan komunikasi, perkembangan dalam teknologi komputer, dan perkembangan dalam teknologi komunikasi . Komputer telah menjadi ciri khas perkembangan masyarakat negara industri. Secara implisit masyarakat informasi memang ditandai oleh penggunaan produk komputer dan media elektronik lain serta media audio visual. Namun, agaknya pengertian semacam ini tersebut terlalu sempit, sehingga konsep ini secara fundamental terus mengalami perubahan demi kejelasan definisi tersebut.
Alat-alat yang sudah kita gunakan dalam kehidupan kita sehari-hari seperti telepon, televisi dan komputer, merupakan temuan dalam dekade terakhir dan telah ditransformasikan secara nyata dalam kehidupan dan pekerjaan kita. Transformasi itu terjadi dalam waktu yang relatif pendek dalam berbagai aspek manajemen perkantoran, telekomunikasi dan berbagai bentuk penyiaran TV. Transformasi ini akan terus berlanjut dengan asumsi bahwa adanya perubahan yang cepat di masa yang akan datang sebenarnya telah dengan cepat juga di mulai pada masa lampau. Pengalaman dan cerita sejarah telah mengisyaratkan bahwa sesuatu telah mengalami peningkatan.
Baik Bell maupun Masuda mengakui adanya tahap-tahap menuju masyarakat informasi dengan latar belakang pemahaman negara industri dimana komputer merupakan lokomotif revolusi informasi. Namun, komputer sebenarnya hanya tools atau alat menuju masyarakat informasi. Komputer menyebabkan laju revolusi informasi semakin cepat. Lalu, bagaimanakah tahap-tahap menuju masyarakat informasi di negara-negara dimana komputer hanya merupakan barang import yang mahal dan dimiliki segelintir warga negara. Hampir semua negara berkembang mengalami kondisi seperti ini.
Perkembangan teknologi informasi (TI) global yang dimotori muculnya teknologi komputer dan komunikasi menyebabkan arus informasi dari negara industri ke negara berkembang berlangsung cepat. Masyarakat negara berkembang belum mampu membendung arus yang sangat besar ini sehingga 'suka tidak suka' komputer harus dimiliki. Tren "kepemilikan" komputer merajalela. Masyarakat yang memiliki uang mulai membeli komputer meski belum tahu apa manfaatnya bagi mereka. Pemilikan komputer menjadi simbol warga global meski tingkat pemakainnya sangat terbatas dan kurang maksimal.
Menghadapi kondisi seperti ini negara berkembang termasuk Indonesia menjadi gagap: gagap informasi, gagap komputer, dan gagap komunikasi. Tiba-tiba saja kantor-kantor berhadapan dengan komputer dan terpaksa kita harus menggunakannya karena kalau tidak menggunakan dapat dikatakan primitif. Karena gagap, kita tidak tahu pada tahap mana posisi masyarakat (informasi) Indonesia sekarang. Walaupun demikian, sebagian orang mengatakan bahwa saat ini Indonesia telah memasuki masyarakat informasi dan menjadi bagian masyarakat informasi global. Kalau kita setuju dengan pengakuan sebagaian orang tersebut, apakah kita sudah melakukan hal-hal yang menjadi ciri khas masyarakat informasi? Bagaimana tahapan masyarakat informasi Indonesia? Apa saja ciri khas masyarakat informasi Indonesia?
Transisi Masyarakat Informasi Indonesia
Transisi merupakan kata yang tepat bagi negara berkembang seperti Indonesia. Salah satu alasan berada pada masa transisi adalah mobilitas. Mobilitas manusia yang pergi ke negara bermasyarakat informasi dan kembali ke Indonesia dengan membawa situasi masyarakat informasinya. Mobilitas kapital yang membawa modal dari negara maju ke Indonesia sehingga kita harus menggunakan situasi masyarakat informasi pemilik modal terutama penggunaan komputer dan fasilitas komunikasi. Mobilitas ilmu pengetahuan yang membawa penemuan ilmu pengetahuan baru dari negara maju ke Indonesia sehingga kita dapat dengan mudah menerapkannya.
Indonesia, misalnya, tidak perlu menunggu waktu yang lama untuk menurunkan jumlah penduduk karena kita mengadopsi teknologi alat kontrasepsi dari negara maju. Bayangkan kalau kita tidak mengadopsi teknologi kontrasepsi tersebut, bagaimana mungkin program Keluarga Berencana dapat berhasil gemilang. Kalau kita menunggu penemuan teknologi sendiri untuk membuat alat untuk menjarangkan kelahiran mungkin kita tidak bisa mengontrol pertumbuhan penduduk. Bagaimana kita dapat dengan cepat mengatasi suatu penyakit (menular) kalau tidak ada teknologi pembuat obat untuk melawannya dari negara lain yang sudah tinggi ilmunya. Kita dapat mengatasinya karena terimbas kemajuan manusia lain di dunia ini. Semua itu mungkin karena ada arus informasi yang tak tertahankan tadi.
Pemakain kata transisi di sini juga berarti bahwa kita bukanlah determinan suatu masyarakat global. Masyarakat informasi yang mucul di Indonesia hanyalah impas atau dampak dari trend setter negara bermasyarakat informasi. Transisi yang dialami Indonesia pun belum bisa ditetapkan dengan tepat baik bentuk maupun macam transisinya. Karena itu, diperlukan suatu pemikiran untuk menyusun pentahapan dari transisi tersebut.
Tahap-tahap transisi masyarakat informasi Indonesia
Uraian berikut ini mencoba mereka-reka karakteristik dari transisi tersebut yang diadopsi dari transisi demografi yang ditulis Zelinski (1971) dengan aplikasi untuk transisi demografi di Indonesia oleh Ananta (1995). Tentu saja, pentahapan dan karakteristik yang ditampilkan hanya berupa pemikiran awal seperti disampikan penulis dalam judul tulisan ini. Ide transisi masyarakat informasi ini sungguh, sangat, amat terbuka untuk didiskusikan dalam wacana tulisan yang (maunya) ditampilkan dalam bentuk tulisan juga.
Sekurang-kurangnya ada lima determinan atau faktor penentu pembentuk masyarakat informasi. Pertama, kemajuan dalam pendidikan. Dengan pendidikan (baca: belajar) orang bisa baca tulis, menghitung, dan menguasai pengetahuan. Kedua, perubahan karakteristik pola kerja. Evolusi pola kerja membuat orang mencari informasi atau pengetahuan tentang cara-cara paling efisien, efektif, praktis, dan mudah melakukan suatu pekerjaan. Ketiga, perubahan dalam menyebarkan pengetahuan dari cara primitif dari mulut ke mulut sampai penggunaan alat super canggih. Keempat, perubahan dalam cara-cara orang mencari pengetahuan. Terdorong oleh rasa ingin tahu yang besar dari orang-orang atau individu-individu terhadap suatu pengetahuan yang baru menyebabkan evolusi sampai revolusi dalam cara-cara orang mencari pengetahuan. Kelima, kemajuan dalam penciptaan alat-alat (tools) untuk menyebarkan dan mengakses pengetahuan baru. Perubahan dalam kelima determinan ini menyebabkan karakteristik yang berbeda pada tahap-tahap transisi masyarakat informasi.
Dari lima determinan tersebut, penulis membuat tujuh bentuk transisi masyarakat informasi di Indonesia, yaitu (1) masyarakat pratransisi (pre transitional society); (2) masyarakat transisi awal (early transitional society); (3) masyarakat transisi menengah (intermediate transitional society); (4) masyarakat transisi akhir (late transitional society); (5) masyarakat mulai maju (early advanced society); (6) masyarakat maju lanjut (late advanced society); dan (7) masyarakat super maju (super advanced society). Evolusi lima determinan pada tujuh tahap transisi masyarakat informasi Indonesia diuraikan berikut ini.
Masyarakat pratransisi informasi (pre transitional society).
Pada tahap ini masyarakat belum menikmati pendidikan dan pendirian pendidikan belum ada. Pola kerja sebagian orang juga masih mengandalkan kekuatan fisik. Dengan pendidikan dan pola kerja seperti itu, hampir tidak ada upaya untuk menyebarkan pengetahuan meskipun pada sebagaian kecil orang ada niat untuk melakukan hal tersebut. Akibatnya, upaya untuk mencari pengetahuan baru pun sangat rendah dan bahkan hampir tidak ada. Hal itu terjadi karena alat (tools) untuk menyimpan dan menyebarluaskan informasi belum ada.
Masyarakat transisi awal (early transitional society).
Pada tahap ini pendidikan formal sudah ada meski partisipasi masyarakat masih rendah karena masyarakat masih menganggap bahwa pendidikan belum penting dalam hidupnya. Jumlah masyarakat yang bisa baca dan tulis masih sangat rendah. Pada pola kerja masyarakat, terjadi peningkatan dari tahap sebelumnya dimana meski sebagian besar pekerjaan masih mengadalkan kekuatan fisik, tapi pekerja sudah mulai berpikir tentang bagaimana mengerjakan pekerjaannya secara efektif dan efisien. Pekerja sudah mulai berpikir makna kerja bagi hidupnya karena ada kemajuan dalam pikirannya tentang bekerja. Upaya untuk menyebarkan pengetahuan pada tahap ini sudah ada dan dilakukan secara lisan dari mulut ke mulut. Dengan adanya perkembangan ini maka niat dan upaya untuk mencari pengetahuan pun sudah mulai muncul dengan bertanya kepada orang yang dipercaya memiliki pengetahuan. Berbagai alat untuk menyebarkan pengetahuan sudah mulai muncul yaitu melalui batu yang merupakan evolusi dari alat daun dan pohon pada jaman sebelum pendidikan diformalkan. Namun, karena Indonesia berhubungan dengan negara luar maka alat mesin ketik sudah mulai diimpor dan mulai digunakan oleh sebagian kecil mesyarakat.
Masyarakat transisi menengah (intermediate transitional society).
Pada tahap ini masyarakat sudah mulai percaya bahwa pendidikan (formal) sangat penting, supaya anak-anak mereka bisa membaca, menulis, dan berhitung. Rasio masuk sekolah atau School Enrollment Ratio (SER) pendidikan dasar (Sekolah Dasar-SD) sudah mulai meningkat yang disertai dengan meningkatnya jumlah orang yang bisa membaca dan menulis. Pada tahap ini, pola kerja yang mengandalkan pikiran mulai meningkat dan para pekerja mulai mencari cara-cara yang efisien untuk menyelesaikan pekerjaan dengan cepat. Upaya untuk menyebarluaskan pengetahuan meningkat dan masyarakat mulai mencari cara-cara efisien agar pengetahuan dapat disebarkan secara luas. Pemanfaatan media tulisan untuk menyebarkan pengetahuan mulai dirintis pada tahap ini. Karena ada upaya penyebaran pengetahuan melalui media tulisan maka pola pencarian pengetahuan masyarakat mengandalkan pada kekuatan membaca. Siapa yang bisa membaca dengan cepat maka dia dengan cepat memperoleh pengetahuan. Hal ini terjadi karena pengaruh impor mesin tik pada tahap sebelumnya sehingga pada tahap ini sebagian besar penyebaran pengetahuan menggunakan alat mesin tik itu. Namun, karena mesin tik dinilai mempunyai kelemahan dalam penyimpanan pengetahuan maka masyarakat mulai mengimpor dan menggunakan alat komputer, meski dengan kemampuan software yang masih rendah (hanya untuk menulis, World Stars). Upaya untuk mengimpor alat komunikasi mulai dirintis pada tahap ini.
Masyarakat transisi akhir (late transitional society).
Pada tahap ini SER pendidikan dasar sudah tinggi dan SER pendidikan menengah sudah mulai meningkat. Sebagian besar masyarakat sudah bisa membaca dan menulis. Pola kerja masyarakat yang bekerja sudah mulai mencari alat untuk membantu penyelesaian pekerjaan dengan cepat dan mudah. Sebagian besar pengetahaun disebarkan melalui media tulisan dalam bentuk monograf atau buku dan sudah ada tempat khusus untuk menyimpan pengetahuan tertulis atau buku tersebut. Pada tahap ini sebagian besar pencarian pengetahuan melalui kegiatan membaca dan karena sudah ada tempat khusus untuk menyimpan dan meminjamkan buku yang berisi pengetahuan tertulis itu maka orang yang ingin mencari pengetahuan akan pergi ke tempat-tempat penyimpanan pengetahuan tersebut. Pemakaian teknologi komunikasi untuk mencari pengetahuan sudah mulai dirintis pada tahap ini. Karena besarnya volume impor alat komputer pada tahap sebelumnya dan volumen impornya meningkat pada tahap ini maka hampir separuh masyarakat terutama di perkotaan menggunakan komputer berkemampuan (software) rendah dan mulai mengimpor komputer berkemampuan menengah untuk sebagian kecil masyarakat di perkotaan. Sementara impor alat telekomunikasi meningkat pesat pada tahap ini.
Masyarakat mulai maju (early advanced society).
Pada tahap ini sebagian besar anak umur sekolah dasar (7-12 tahun) sudah mengenyam pendidikan dasar. SER pendidikan menengah sudah tinggi dan sudah mulai ada peningkatan SER pendidikan tinggi. Dalam pola kerja, hampir separuh pekerjaan sudah dibantu dengan alat baik yang diciptakan sendiri maupun melalui impor dari negara lain. Sementara perkembangan alat atau media untuk menyebarkan pengetahuan meningkat baik melalui tulisan maupun alat pandang dengar (audio visual) yang merupakan evolusi dari penyebaran secara lisan. Perkembangan media untuk menyimpan pengetahuan pun mengalami peningkatan sehingga orang semakin mudah untuk mencari pengetahuan. Karena sudah mulai mengimpor teknologi audio visual maka pencarian pengetahuan melalui audio visual pun mulai dilakukan seiring dengan perkembangan teknologi komunikasi yang meningkat cepat. Pada tahap ini sebagian besar masyarakat di perkotaan sudah memakai komputer dengan kemampuan software menengah dan sudah mulai mengimpor dan menggunakan komputer dengan kemampuan software tinggi. Pada masyarakat di perkotaan pemakaian alat-alat telekomunikasi (fax/telepon) sudah menjadi kebutuhan primer.
Masyarakat maju lanjut (late advanced society).
Pada tahap ini sebagian besar anak usia sekolah dasar dan menengah sudah tamat dan SER PT sudah tinggi. Sebagian masyarakat yang sudah menamatkan pendidikan mulai menekuni bidang-bidang pendidikan keilmuan khusus atau spesialisasi. Tahap ini juga ditandai dengan banyaknya pekerjaan dibantu alat dan mulai melakukan pekerjaan yang berhubungan dengan pelayanan (service) yang mengandalkan pikiran. Hampir separuh upaya penyebaran pengetahuan dibantu media tulisan dan audio visual yang menggunakan teknologi tinggi dalam lingkup negara. Hal ini mengakibatkan pada akses pengetahuan yang dapat dilakukan dengan mudah dan menggunakan teknologi tinggi. Perkembangan ini seiring dengan kemajuan pata alat teknologi informasi dan komunikasi semakin canggih baik hardware maupun softwarenya dengan tingkat distribusi yang tinggi dalam lingkup regional.
Masyarakat super maju (super advanced society).
Pada tahap ini pendidikan sudah menjadi kebutuhan utama masyarakat baik memasuki pendidikan formal (SD sampai PT) maupun pendidikan non formal. Moto pendidikan seumur hidup atau pendidikan untuk semua menjadi semangat masyarakat untuk belajar. Untuk masyarakat perkotaan, selain memiliki bidang spesialisasi juga mempelajari hal-hal di luar spesialisasinya demi kepuasan kebutuhan akan pengetahuan. Dampak dari pendidikan semacam ini adalah pekerjaan yang berhubungan dengan pelayanan (service) sangat dominan dengan otak atau pikiran sebagai andalan utama. Ciri lain tahap ini adalah sebagian besar upaya penyebaran pengetahuan dibantu media berteknologi super maju tanpa batas wilayah dalam lingkup global. Hampir semua masyarakat di perkotaan sudah mencari pengetahuan melalui teknologi komunikasi yang super maju dan bahkan tidak perlu ke pusat penyimpanan pengetahuan karena dengan bantuan teknologi informasi dan komunikasi dapat diakses dari kamar masing-masing. Hal ini terjadi karena perkembangan alat teknologi informasi dan komunikasi semakin canggih baik hardware maupun software dengan tingkat distribusi yang tinggi dalam lingkup global tanpa batas negara.
Bibliografi
- Zelinsky. 1971. "The Hypothesis of the Mobility Transition." Geographical Review, Vol. 61
- Ananta, Aris (ed.). 1995. Transisi Demografi, Transisi Pendidikan, dan Transisi Kesehatan di Indonesia. Jakarta: Kantor Menteri Negara Kependudukan/BKKBN
- Masuda, Yoneji. 1990. Managing in the Information Society. Oxford: Basil Blackwell
- Stoiner, Tom. 1983. The Wealth of Information. London: Thames Methuen
- Bell, Daniel. 1973. The Coming of Postindustrial Society: a venture in social forecasting. New York: Basic Books
- Martin, William. 1995. The Global Information Society. England: Aslib Gower
Tidak ada komentar:
Posting Komentar